Aku bukanlah si maha pengkarya yang hebat berpujangga. Hanya sekadar karya fakir ini yang mampu aku nukilkan, didikasi buat mu….
Senyumannya itu menceritakan sebuah tragedi yang sarat seribu pengertian. Senyuman itu menceritakan tentang kejerihan, menceritakan pengorbanan insan-insan tersayang yang epilognya menceritakan tentang ketabahan, menceritakan tentang kekuatan semangat, menceritakan tentang kegigihan, menceritakan tentang kebahagiaan, menceritakan tentang kejayaan dan menceritakan kasih dan sayang.
Foto itu aku tatapi agak lama. Seorang gadis kecil yang tersenyum. Sungguhpun parutnya masih berbekas, dalam kejerihan, namun senyuman itu tampak manis dan menawan. Aku yakin, seiringan masa berlalu, seiringan usia yang semakin meremajakannya, senyuman itu akan semakin mekar bagaikan kuntuman mawar yang semakin berkembang. Aku juga amat yakin, lambat laun senyuman itu akan memudarkan parut-parut itu.
Wahai si anak, senyumlah. Sang pelangi, sang suria, sang bulan, sang bintang, malah seluruh alam ini seakan menantikan untuk turut membalas senyuman mu itu. Terangilah alam ini dengan senyuman mu...
Ya, manis sungguh senyuman itu. Percayalah wahai si anak, suatu hari nanti, senyuman mu akan tampak semakin manis, mewarisi senyuman si bonda yang dikasihi. Percayalah, suatu hari nanti wajah mu akan menjadi siulan sang teruna. Percayalah suatu hari nanti senyuman mu nanti bisa mendebarkan jiwa si jejaka tampan teman sekampus.
Teruslah tersenyum. Kerana aku yakin, 11,12 atau 13 tahun nanti, kau akan menghadiahkan senyuman paling bermakna buat ayahda dan bonda di hari graduasi mu dan di tanganmu mengenggam segulung skroll dan jambangan mawar semekar senyuman mu itu.
Aku bukanlah si maha pengkarya yang hebat berpujangga. Hanya sekadar karya fakir ini yang mampu aku nukilkan, didikasi buat mu, NURUL AIN NABILA…
Tiada ulasan:
Catat Ulasan